Selamatkan Muslim Rohingnya dari Kubangan Derita


Oleh: Sri Purwanti, Amd.KL
Pegiat Literasi

 Selasa, 22 Juni 2020 pengungsi etnis Rohingnya yang terkatung-katung di perairan laut Aceh utara di selamatkan oleh kapal motor nelayan Aceh. Mereka berjumlah 94 orang, terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak.

Dilansir dari Radarindonesia (28/6/2020), Otoritas Aceh mengatakan bahwa para pengungsi Rohingya tersebut telah dibawa ke darat dan di sediakan pemukiman sementara. Para nelayan Aceh mengatakan bahwa upaya penyelamatan muslim Rohingnya merupakan tugas moral dan demi rasa kemanusiaan.

Sejak tahun 2012, para pengungsi Rohingnya dipaksa untuk berlindung di kamp pengungsian yang kumuh. Lebih dari 12.000 muslim Rohingya  berada di 40 kamp penahanan. Namun faktanya ribuan orang Rohingnya memilih untuk melakukan perjalanan kapal yang berbahaya untuk menghindari penindasan dan penyiksaan nyang mengerikan.

Pertanyaannya, mengapa Muslim Rohingnya harus menjadi korban pembantaian  bahkan mengarah pada genosida?
Pertama, Muslim Rohingnya diklaim oleh pemerintah Myanmar bukan merupakan penduduk Arakan. Bahkan Rohingnya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan kewarganegaraan di bawah UU kewarganegaraan yang di susun oleh militer pada 1982. UU tersebut menyatakan bahwa warga Negara adalah kelompok etnik yang menetap secara permanen dalam batas Modern Myanmar sebelum terjadinya perang pertama antara Inggris dengan Myanmar (sebelum tahun 1823)

Kedua, muslim Rohingya adalah sekelompok muslim yang  tinggal di Rakhine. Wilayah  yang terkenal kaya akan sumber daya alamnya. Wilayah Rakhine juga di tempati oleh warga pemeluk Budha. Meskipun wilayah tersebut kaya sumber daya alam, namun ternyata angka kemiskinan sangat tinggi. Muslin Rohingnya dianggap sebagai saingan dalam mencari pekerjaan. Menurut  kepala bidang penelitian South Asia Democratic Forum, Siegfried O Wolf sebenarnya krisis ini lebih karena faktor  politik dan ekonomi.

Menurut catatan PBB jumah etnis Rohingnya saat ini mencapai 1,5 juta jiwa. Sebanyak 159 ribu lari menyeberang dari Myanmar, dan menjadi “manusia perahu”. Hanya 82 ribu jiwa yang mendapatkan perlindungan legal dari PBB. Mirisnya, di laut mereka menjadi korban perdagangan orang atau mati kelaparan. PBB menyebut muslim Rohingnya sebagai salah satu minoritas yang paling teraniaya.

Amnesty Internasional bahkan mengakui bahwa kaum  muslim di Burma menjadi sasaran pelanggaran oleh kelompok ekstrimis Budha, dengan di saksikan oleh pihak pemerintah Burma.
Sungguh ini merupakan kejadian yang memilukan bagi umat Islam. Muslim Rohingnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari umat Islam di seluruh dunia. Lalu dimanakah mereka ketika saudara seakidahnya di bantai sedemikian keji? Ternyata sekat nasionalisme telah mematikan nurani mereka. Tidak ingatkah dengan pesan Rasulullah yang mengatakan bahwa kaum muslimin ibarat satu tubuh, jika satu bagian terluka semua akan ikut merasakannya. Kaum muslimin memiliki tanggung jawab untuk saling menjaga.

Rasulullah saw. bersabda :’’ Barang siapa yang bangun di pagi hari dan tidak memperdulikan urusan kaum muslimin maka dia tidak termasuk bagian dari mereka (kaum muslimin)’’(H.R Ibnu Mas’ud).
Jika melihat hadis di atas maka sudah selayaknya kaum muslimin di seluruh dunia, baik rakyat maupun penguasa mengutuk tindakan pembantaian dan pengusiran muslim Rohingnya. Serta memberikan bantuan dan perlindungan kepada para pengungsi yang tiba di wilayah Indonesia. Serta menyerukan kepada seluuruh umat Islam di dunia untuk bersatu, tanpa terpisahkan oleh sekat teritorial. Bersama-sama berjuang untuk menerapkan Islam kafah, sehingga umat Islam kembali menyadang predikat   sebagaiKhairu Ummah, umat terbaik yang akan menebarkan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam

Posting Komentar

0 Komentar